Apapun dan bagaimanapun sesuatu yang ada di langit dan bumi semua
itu pasti memiliki sejarah kejadiannya masing-masing, pasti memiliki sebab dan
musabab, tentu ada batasan dan ukuran, bahkan memiliki alasan, harus bisa
mengejawantahkan keberadaannya. Lewat proses demi proses, tahapan demi tahapan
yang harus dilalui tak mungkin tidak terlalui oleh manusia, dari awal
hingga akhir, dari pendahulu hingga penerus, dari hulu ke hilir, dari kosong
menjadi berisi, dari tak tahu menjadi tahu, dari kecil hingga dewasa, dari
hidup menuju mati. Dari kesemua itulah ada dan keberadaannya sesuatu yang ingin
di ketahui bisa terjawab, terbukti dan diterima secara substansial dan
eksistensial, baik lahir maupun bathin, fisik dan jasmani, jiwa dan raga. Tanpa
harus mendustai, membohongi dan membodohi diri sendiri, maka
sudah pasti segala sesuatu ada jawabanya, yang jawaban tersebut harus disesuaikan
dengan teks dan konteks halnya, seperti layaknya step by step paparan
diatas tersebut. Maka tidak mungkin bisa dipungkiri, dipelesetkan dan
diselipkan, disadari maupun tidak, semua jawaban yang diingini akan terbukti
dan terjawab dengan sendirinya. Tidak perlu repot, tidak usah sewot,
juga tidak perlu cibir mencibir, sebab ini akan mubazir, akan sia-sia,
jika dilakukan oleh orang yang berilmu lagi mengilmui. Sebab semuanya
sudah jelas dan menjelaskan, sudah terang benderang, sudah ada
dari awalnya semua jawaban yang kita ingini, semua ke inginan sudah
terjawab, semua tuntutan sudah di penuhi, lantas tinggal apalagi?...lalu
mau bagaimana lagi?...semua…ini berpulang kepada invidual seseorang.
Tidak ada yang bisa menjastifikasi apapun dan bagaimanapun terkecuali Penjastifikasi,
Pengejawantahan yang sesungguhnya dan sebenarnya. Bila manusia harus
memaksa sebuah jawaban tanpa pembuktian terlebih dahulu adalah: “Keterjebakan”,
“Kebodohan yang berujung pada Kesesatan bahkan bisa menyesatkan
dan membuat buta mata hati manusia, menutupi/membohongi/ membodohi
pendengarannya yang mengakibatkan tak tersimaknya dengan baik segala sesuatu
yang ada dihadapan apalagi yang ada dibelakangnya”. Inilah yang perlu disadari,
dicermati dengan lapang dada tanpa harus meronta apalagi memaksa,
ini yang dimaksud kejujuran, kearifan, pasti akan terilmui dengan
baik semua hal yang akan di persoal/dipermasalahkan. Dari sini juga niat
seseorang akan diketahui, apakah baik bila mengucapkan perkataan yang baik?
namun didalam hati maksudnya jelek atau bermaksud lain dari yang diucapkan?
Sebaliknya perkataan jelek atau bermaksud lain dari yang diucapkannya walaupun
niat didalam hati sebenarnya baik?. Tentu sangat-sangat tidak relevan dengan
ilmu itu sendiri, sangat tidak sesuai kebenaran. Apapun itu semuanya sudah ada
ketentuannya, sudah ada keterangan atau penjelasan yang nyata bagi semua
manusia. Ketentuan itu tak mungkin menyalahi aturan, tak bisa menyalahi asal
usul, apalagi laws of nature tak mungkin salah, sebab bumi ini berputar
pada porosnya, langit terbentang luas bukan tanpa maksud, hanya saja ilmu
manusia yang belum sampai seperti layaknya pada saat dahulu manusia ingin
kebulan. Alam memberikan jawaban, alam mendatangkan inspirasi bagi siapapun
yang mau mempelajarinya, alam bisa dikenali, alam merupakan wadah bagi seluruh
manusia. Tak ada satu orangpun manusia di bumi ini sebelum alam
mendahului/mengawalinya. Karena adanya alam yang merupakan via, wadah/ruang
maka hadirlah/terciptalah waktu demi memagari/membatasi manusia yang menjalani
episode kehidupan di bumi hingga menuju episode selanjutnya. Ini baru satu
wadah/sarana/ruang yang diberikan Sang Pencipta untuk manusia. Bagaimana dengan
wadah yang lebih luas lagi ”lebih banyak menyimpan ilmu/pelajaran/inspirasi”.
Alangkah sia-sia bila alam dan seisinya ini tak bisa memberikan jawaban,
memberikan argument bagi siapapun yang membutuhkan. Masalahnya keterbatasan sarana
manusialah yang membuat alam ini menjadi sempit, menjadi seperti terlihat
bulat, menjadi seperti terbentang, seakan bumi ini tak berputar, memunculkan
perdebatan. Alangkah tergesa-gesa dan gegabahnya manusia bila mengatakan
dirinya telah mengilmui alam ini, telah mengenali dan telah menjalani, betapa
berhubungan erat manusia dengan alam ini. Maka jika ingin mengenal diri kita
secara utuh dan benar lagi membenarkan bukan berdasarkan dugaan dan prasangka
apalagi perkiraan yang tak lepas dari keterbatasan Insan, sebaiknya cobalah
mengindikasi terlebih dahulu alam dan manusia, coba diriset dengan lebih
teliti, dengan hati yang tak bercampur ingin pengakuan, tak bercampur dengan
kemarahan apalagi bercampur dengan rasa benci dan dengki, hanya semata-mata
niat tulus ingin mengenali lebih dekat siapa diri kita dan bagaimana
hubungannya dengan alam semesta. Agar tak salah jalan dan menyalahkan orang
lain, tak perlu mencari kambing hitam, untuk melemparkan kelemahan dan
kesalahan pada siapun, tindakan tersebut hanya akan merugikan diri sendiri dan
tak akan pernah jadi ilmu semua hasil pembelajaran yang akan mengajarkan kita
hingga memberi pengertian dan penjelasan lewat alam,lewat kesan,lewat tulisan
bahkan bisa melampaui batas ilmu manusia. Ketika semua persyaratan diatas
terpenuhi maka pasti bisa menemukan jalan kebenaran, pasti ketemu dengan Yang
Maha Benar, pasti tidak mungkin tersasar dan tersesat pada jalan yang salah,
pada ajaran yang keliru dan dikelirukan oleh ulah tangan-tangan jahil manusia.
Keberadaan manusia dan alam sebenarnya sudah mengejawantahkan keberadaan Tuhan
Sang Penata, Tuhan Sang Pencipta, bisa dikenali dari wujud manusia dan wujud
alam, bisa ditemukan titik terang siapa sebenarnya Dia Sang Maha dari segala
yang memiliki Maha, apa dan bagaimana jalan yang telah Dia berikan untuk
makhluknya akan terungkap. Banyak penemuan dunia dari dulu hingga abad ini
mengarah pada satu jawaban, menuju pada satu titik namun tak pernah disadari
atau mungkin didustai dan ditutupi oleh manusia. Namun kebenaran takkan hilang
sebab ada didalam diri manusia, ada dialam semesta dan sudah Dia tetapkan,
sudah Dia pastikan, itupun bagi manusia yang mau perduli dan mau mempelajari
ayat lewat diri, lewat alam dan lewat Kitab pedoman yang telah Dia
nuzulkan/turunkan untuk kita sebagai Petunjuk Bimbingan yang akan
Memandu hidup dan kehidupan manusia.
اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُور
Allah sangat mengetahui apa saja yang ada didalam
kesadaran(hati) kita.
Author by Fardhie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar