S H U H U F
Kata Shuhuf,
bagi sebahagian orang bukan hal yang asing, atau mungkin hanya sekedar pernah
mendengarnya. Kata ini sebenarnya adalah leksikel Qur’an. Shuhuf adalah
bentukan Jamak/Plurar dari kata Shahifah, yang jamaknya Shaha’if-Shuhuf. Artinya:
Kertas Yang Tertulis, Sehelai Kertas, Surat
Khabar, Lembaran/Halaman. Dari sinilah bentukan kata Mushaf(Isim Maf’ul)
yang biasa dipakai untuk mengistilahkan pengumpulan ayat per ayat surat per surat
dimasa Khalifah Rasyidin. Secara kesimpulan kata atau lafadz Shuhuf berarti
Lembaran-Lembaran, Mushaf adalah lembaran yang tertulis atau lembaran yang dituliskan.
Kalau dulu Shuhuf hanya potongan-potongan kalimat pendek yang tertulis, maka saat
datang masanya Shuhuf yang semula hanya terdiri dari beberapa kalimat saja,
telah disempurnakan oleh Allah, Malaikat Jibril yang membawanya turun dan
mengajarkan kepada manusia. Al Qur’an adalah hasil kumpulan yang sudah disempurnakan
Allah dan diajarkan kepada Muhammad. Mushaf yang saat ini kita pegang sudah ada
wadahnya, dan bisa kita baca serta kita pelajari. Minimal tidak sia-sia kerja
para sahabat-sahabat Nabi yang mengumpulkan ayat-ayat ketika Nabi menerima
wahyu dalam bentuk hafalan dan tulisan kemudian huruf tersebut dibarisi dan
disempurnakan letak huruf per hurufnya, semua kerja tersebut sempurna dimasa
Khalifah Utsman bin Afan, maka hingga saat ini Mushaf Utsmanlah yang menjadi
pegangan umat Islam seluruhnya, Al Qur’an yang diakui dunia dan kita
pakai saat ini. Mengapa Mushaf Utsman? Karena lebih pas, lebih teliti dan sudah
diakui oleh para sahabat-sahabat yang lain. Walaupun pengumpulan ini sudah
dimulai sejak masih adanya Nabi bersama para sahabat, dan kerja itu dilanjutkan
oleh Abu Bakkar, Umar dan sempurnanya tentu ditangan Utsman. Kembali kepada
bahasan kata/lafadz Mushaf, maka kita harus merujuk dari semua bentukan akar
katanya didalam Al Qur’an, sebenarnya tidak banyak, hanya 8 Surat dan 9 Ayat. Ke 7 surat
tersebut turun dalam periode Makkiyyah dan hanya 1 surat saja berada dalam periode Madaniyyah.
Lihat Dokumen. Shuhuf
atau lembaran-lembaran Kitab sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Ibrahim
a.s dan Nabi Musa a.s, artinya Ibrahim dan Musa juga membawa Shuhuf/Lembaran Kitab
yang diberikan Allah kepada mereka untuk menjadi Pedoman Petunjuk generasi
semasa mereka dan akan datang. Dimana semua dunia mengetahui Lembaran Kitab
yang dibawa Nabi Musa a.s adalah Taurat yang berarti Bacaan. Penulisan kata Taurat
dalam dialeg bahasa atau budaya Ibrahim a.s, oleh sebab itu digelar atau diistilahkan
dengan bahasa Ibrani. Tanpa adanya Nabi Ibrahim bersama sang istri(Sarah dan
Hajjar) maka tak ada bahasa Ibrani, tak ada budaya manusia diseluruh penjuru
dunia yang mampu mempelopori munculnya bahasa, sebab bahasa adalah alat
komunikasi, sarana untuk saling mengerti dan memahami satu dengan yang lainnya.
Sejarah pasti mengetahui siapa Ibrahim, secara nama dan tempat tinggalnya tak
bisa dipungkiri, tak bisa dibantah letak keberadaan Nabi Ibrahim dan semua Nabi
muncul di Jazirah Arab, mau tidak mau manusia dan dunia harus menerima itu,
harus mengakui siapa Nabi Ibrahim dalam ke-Arabiannya, tentu Rosul, tentu
utusan Sang Pencipta(Kholiq) langit bumi(Samawat Ardh) sebab Nabi
Ibrahim a.s yang pertama diberikan Shuhuf/Lembaran Kitab, walaupun Ibrahim
bukan Nabi yang pertama diutus, melainkan Nabi Adam a.s yang pertama diberikan
tugas. Namun Nabi Ibrahim adalah yang pertama membawa Shuhuf dari Allah,
oleh karena itu dia digelar dari Tuhan Sang Penata Jagat Raya, Sang Maha Aku
dari segala yang memiliki ke-Akuan, Tuhan yang Satu dari segala tuhan buatan
manusia. Dengan gelar/istilah Kholilullah=Kesayangan Allah, walau semua
Nabi/Rosul pasti kesayangan Allah, namun Ibrahimlah spesifikasinya sebagai
sang kholil. Nabi Musa a.s spesifikasi/gelarnya adalah Kalamullah, yang berarti
Perkataan Allah/Kalimat-kalimat Allah. Nabi Muhammad s.a.w digelar sebagai
Khataman Nabi, Penutup para Nabi. Ini hanya merupakan contoh gelar yang lansung
diberikan Allah, walau sebenarrnya masih banyak gelar/spesifikasi yang berikan
Allah kepada mereka para Nabi/Rosul, “selawat salam untuk mereka semua”.
Ibrahim sebagai rujukan para Nabi setelah beliau menerima perintah dari Allah,
Ibrahim langsung menjalankannya/mengaplikasikan(QS.
Ali ‘Imran ayat 65), Nabi Ibrahim juga merupakan pencipta kiblat
umat Islam, Pencetus ide-ide kemanusiaan yang berahklak. Perancang ketarbiyahan
yang perfect paripurna. Yang namanya masuk dalam tata aturan sah dan tidaknya
Sholat(dibaca saat duduk)) seorang Muslim/Mu’min. Mau dipunkiri lagi
siapa Nabi Ibrahim? Mau diketepikan lagi nama besarnya sudah mendunia, bahkan
dikalangan Barat dan Eropa tak sungkan-sungkan untuk mengakui Nabi Ibrahim a.s Sebahagian kalangan dan budaya mengakui
Ibrahim merupakan sosok penting dalam budaya mereka, bahkan mereka juga mengakuinya
sebagai Nabi dari Allah. “Mengapa sebegitu berpengaruhnya Ibrahim dimata dunia?
“Mengapa namanya sulit untuk dilupakan/tidak diingat oleh sejarah?” Jawabnya karena dia merupakan Kesayangan
Allah, namanya sudah dikitabkan dan ditetapkan oleh Sang Penata alam jagat
raya(Allah Al Qodir). Tak ada satupun yang mampu menghapus,
melenyapkan,menghilangkan dan menyelewengkan Nabi Ibrahim a.s(QS. Al Baqarah ayat 130) hanya mereka si pendusta
dan mendustai ajaran-ajarannya, hanya si pembohong yang menciptakan agama-agama
pembohongan(QS. Al An’aam ayat 91) untuk mengelabui manusia, untuk membelokan agama
yang sebenarnya sudah ditentukan dari langit ketujuh, dari Arasy tempat Sang
Maha Aku bersemayam dan mengatur segala urusan-urusan-Nya(QS. Az Zukhruf ayat 45). Bahkan dalam satu
riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah untuk dipengaruhi
keimanan/keyakinannya oleh kalangan Yahudi dan Nasrani dengan cara mereka membelokan/menyelewengkan/
membohongi bahwa ajaran Nabi Ibrahim a.s adalah seperti ajaran/keyakinannya
mereka Yahudi dan Nasrani(Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa'id atau 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas). Nabi Muhammad tidak terpengaruh oleh siasat mereka, sebab
Nabi sudah menerima wahyu, ajaran via Kitabullah(QS. Al Baqarah ayat 135).
Al Qur’an adalah kumpulan/kompilasi dari kitab-kitab sebelumnya(QS. Ali 'Imran
ayat 3) yang berupa Shuhuf
Ibrahim dan Kitab Taurat Musa, Kitab Zabur Nabi Daud, Kitab Injil
Nabi Isya, yang kesemua itu disempurnakan baik secara kesan dan tulisan via
litsanan Arabian(QS. Az Zumar ayat 28), lewat perantaraan Jibril(yang ditaati di alam
para malaikat) kemudian Jibril mengajarkannya lewat perantaraan Kalam yang
menjadi petunjuk dan pedoman Nabi Muhammad melangkah dan bertindak sesuai wahyu
yang diberikan kepadanya. Pedoman dan Petunjuk itulah Al Qur’an(QS. Asy
Syu'araa' ayat 191-196).
Ingat wahyu pertama yang diterima Nabi didalam gua Hira’, “Iqra” Baca
lalu Amati coba Observasi baru Amalkan. Inilah perintah
pertama dari Malaikat Jibril kepada Nabi untuk dipelajari agar bisa
terfahami dengan benar dan logis, tanpa unsur mistis dan magic. Bagaimana
mungkin hidayah yang fungsinya menjadi pedoman manusia tak bisa dimengerti, tak
bisa terfahami secara aqal dan daya nalar, tentu tidak bisa menjadi
pedoman/petunjuk yang membimbing. Pedoman dan Bimbingan haruslah tepat sasaran
dan bisa untuk dibuktikan baik secara kasaf mata maupun bathiniyah, Pedoman dan
Petunjuk tersebut haruslah teraplikasikan kedalam kehidupan kita, alangkah lucunya
bila kita sehari-hari menjalankan aktifitas kehidupan terlepas dan terpisah
dari Pedoman dan Pentunjuk yang telah diberikan. Nabi saja disuruh/diperintahkan
untuk membaca/Iqra atau mempelajari Al Qur’an, mengapa kita tidak? Bukankah
Nabi sendiri pernah berpesan kepada kita untuk selalu berpegang kepada
Kitabullah/Al Qu’ran(Petunjuk,Pedoman) dan Sunnah?, yang artinya Pelajarilah,
Amatilah dan Jalankan, amalkan sesuai Sunnah. Ini baru Muslim
yang sebenarnya, ini baru bisa dikatakan Islam yang Kafah sesuai dengan Sunnah
para Nabi/Rosul-Rosul Allah yang duluan menjalankan, mengamalkan kedalam
kehidupan mereka sehari-hari. Bukankah mereka merupakan suri tauladan? Contoh
yang baik dan layak(QS. Al Ahzab ayat 21) dan Nabi Ibrahim(QS. Al
Mumtahanah ayat 4).
اللَّهَ
عَلِيمٌ
بِذَاتِ
الصُّدُور
Author by Fardhie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar