Aku berlindung pada-Mu yaa Robb
dari keterbatasan litsanku, dan aku mohon ampun yaa Ghofur dari
perkataan yang dusta.
Disini dan untuk yang kesekian kalinya aku mencoba mengingatkan
(indzar) kepada kita semua wahai manusia! makhluk yang diciptakan Allah.
Sesungguhnya kita sebagai manusia memang sempurna (laqod kholaqnal insaana
fi ah-sani taqwim) tetapi mesti di-ingat kita juga bisa tidak
sempurna, atau terinjak bak aspal jalanan/jadi manusia yang terhina, turun
serendah-rendahnya (tsumma rodadnaahu-asfala saafilin).
Tulisan ini dibuat mengingat betapa kondisi saat ini, sikon
bumi akhir-akhir ini dan janji yang telah dijanjikan dari Sang Pemilik Janji, yang
Dia tuliskan buat makhluk-Nya manusia agar selalu berpegang kepada
petunjuk-Nya, bimbingan dan tuntunan yang telah Dia nuzulkan kepada kita wahai
manusia. Al Qur’an yang terlupakan pesan-Nya yang tersirat mengandung makna
yang luas dan kedalaman arti kata perkata khususnya bagi ulul al-bab
yang telah di-abaikan oleh seluruh manusia.
Jika kita mencari apa yang dimaksud dengan tembok yang
dibangun Dzulqarnain, dan siapa Ya'juj dan Ma'juj,
sebaiknya fahami itu sebagai permisalan (tamsil), terbukanya cara
berfikir yang keluar dari batasan semestinya, kebebasan hidup yang tidak jelas
arah. Perhatikan lafadzh atau kata yang ditandai dalam gambar dibawah
ini: QS Al-Kahfi:94
Perhatikan lafadzh terakhir yang digunakan dalam ayat ini (saddan)
satu akar kata dengan sudaa,sadada yang berarti bebas lepas dan cara
berfikir yang keluar standard. Mengapa para mufasirin menterjemahkan lafadz
saddan dengan dinding ?, sebab di-ayat selanjutnya ayat 95 ada lafadz rod’man
yang berarti pembatas atau dinding. Lafadz rod’man inilah
yang bermakna dinding atau sesuatu yang bisa membatasi
Berkatalah Dzulqarnain: “Apa yang telah diberikan Robbku
itulah yang terbaik, maka fa-a’iynuwni bi quwwatin maka tolong / bantu aku dengan
kekuatan, akan ku-buatkan untuk kalian dan mereka sesuatu
yang bisa membatasi / membentengi”.
Maka, siapa saja yang mencoba keluar batas(fasad)
atau melampaui batasan inilah yang dimaksud Ya’juj dan Ma’juj. (bila
dikatakan kepada meraka: “jgn membuat fasad / kerusakan dibumi”, merekapun
beralasan “sesungguhnya kami ingin membuat perbaikan.” QS Al Baqarah/2:11)
Pada hakikatnya manusia yang dihidupkan tidak akan pernah
bisa bebas semaunya sebab ada Qadar / ukuran,format atau batasan (sungguh
segala sesuatu yang telah kami ciptakan berada dalam ukurannya QS Al
Qamar/54:49).
Hidup dan mati merupakan tanda, tua dan muda merupakan
indikasinya, begitu juga pergantian siang dan malam. Kesemua itu adalah alat
ukur untuk menghentikan kebebasan yang kalian maksud hai manusia! sebelum
terlambat, itu merupakan sarana datangnya kehancuran atau kiamat, sebab itulah Dzulqarnain
harus membentengi/ memagarinya.(janganlah kamu terperdaya oleh
kebebasan orang-orang kafir…QS Ali 'Imran/3:196)
Manusialah yang mempercepat dan manjadikan kehancuran atau
kiamat, seperti yang di katakan atau di indikasikan Malaikat, sewaktu nabi Adam
akan diciptakan oleh Allah
(ingatlah ketika Allah pernah berkata kepada para Malaikat:
“sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah dibumi”. “Malaikat-pun
berkata: “untuk apa Kau jadikan sesuatu yang akan membuat kerusakan dan akan menumpahkan
darah…..QS Al Baqarah/2:30).
Benteng atau tembok yang dimaksud Al Qur’an adalah, iman dan
keyakinan akan adanya kehidupan selanjutnya. Ketika kebebasan pola fikir
manusia ini keluar dari batasannya, maka akan menembus benteng pertahanan Qolbu
wadah duduknya iman. (tetapi kamu lebih memilih kehidupan yang fana / dunia,
padahal akhirat itu yang lebih baik dan abadi. QS Al A´laa/87:16-17).
Ya'juj dan Ma'juj adalah sifat atau watak dari
manusia itu sendiri, sifat dari bani Adam, bukan suku, bukan golongan manapun, bukan
pihak lain, melainkan diri kita sendiri dengan gaya hidup yang bebas keluar batas. Oleh
karana itu maka perlu ada dinding atau sesuatu yang bisa membatasi kita dari perbuatan
jelak yang bisa merusak manusia dan alam.
Sadarilah sebelum kebebasan itu merambat keseluruh bumi (walaupun
sedang terjadi!), begitu juga kepada anak-anak kita yang harus diatur, dikawal
dan dijaga, bukan dibiarkan bebas keluar batas bermainnya.
Hidup manusia pada hakikatnya ada yang mengawasi jika dia
punya Iman maka akan terkawallah hidupnya, jika tidak maka akan dia abaikan
pengawasan sang Malaikat,
Ekses dari pengabaian tersebut adalah, menjadi tak tau malu
dan tak sadar diri, buta dan dibutakan oleh hawa nafsunya, hawa atau keinginan
yang berlebihan tersebut memang membabi buta, membuat kita memandang indah dan baik
setiap kesalahan yang kita perbuat (QS Muhammad/47:14).
Gaya
hidup manusia saat ini merupakan indikasi betapa telah liar dan barbar manusia
menjalankan kehidupannya (baca QS Qaaf/50:25) tidak semua tapi
kebanyakan dari kita. Sikap bebas, liar dan barbar inilah Ya’juj dan
Ma’juj yang dimaksud Al Qur’an.
Penebangan hingga pembakaran hutan adalah perbuatan merusak
(fashadun), lahan-lahan yang dianggap kosong oleh manusia semestinya dilestarikan,
dan tidak bisa tawar menawar harus tetap dijaga, bukan malah digantikan dengan
segala bentuk bangunan
(janganlah kau patuhi orang-orang yang melanggar batasan,
dialah yang membuat fashad / rusak bumi dan tidak mau membuat perbaikan / yushlih.
QS Asy Syu'araa'/26:151-152).
Mereka yang berusaha merubah qodratnya dalam fisik maupun
substansial, dalam faham dan pola fikir, dalam aqidah dan syari’ah, yang kesemua
itu sebenarnya, telah ditetapkan dari awal hingga akhir, dari pertama manusia dicipta
hingga kembali kepada Sang Pencipta (Al Kholiq), ketetapan dan
kepastian dari Allah Al Qodir adalah kepastian mutlak. Kesalahan
besar apabila kita memandang semua itu boleh diganti, ditukar dan dirobah
sesuka hati (hawa nafsu), menurut selera dan menurut kemauan.
Dari dahulu hingga kehari ini manusia selalu mencari-cara
untuk beribadah dengan baik dan benar, dari awal diutus para Nabi/Rosul selalu
terjadi pembangkangan dan merubah,mengganti ajaran,ujaran serta ucapan yang
berujung penyesatan dalam tindakan.
Maka ekses dan resikonya akan ditanggung mereka dan manusia
sendiri baik yang berbuat jahat maupun korban dari kejahatan orang lain.
Kehadiran para Nabi dan Rosul bukanlah tanpa alasan, penudzulan
Kitabullah mulai dari Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an bukan bersumber dari
manusia, bahkan bukan bersumber dari kemauan Nabi atau Rosul yang membawa Kitab
tersebut melainkan dari Al Mundzil, Al Mutakalim, Al
Hadiy Dialah Allah Al Ahad, cintailah Dia,
kembalilah kepada-Nya, jangan pernah kau ragukan keberadaan-Nya yang memiliki
dzat Maha tunggal, tinggalkan dan tanggalkan semuanya selain Dia yang kata
gantinya adalah huwa.
Kalau dahulu Dia memberikan kesempatan kepada kita untuk
bertobat / toba’a yang artinya kembali bersih hanya kepada-Nya, namun
sekarang itu mulai Dia pertimbangkan disebabkan oleh mudahnya kau berkata dusta
semudah kau lupakan janjimu, semudah anggapanmu, yang seakan mudah kau
melangkahkan kaki ketika kau diberi-Nya hak untuk berjalan, namun bukan berarti
kaulah yang memperjalankan, semudah kau merubah balik badanmu, seakan kaulah
segala-galanya, hawa / keinginanmu yang berlebihan membutakan kau dari
padangan yang semestinya terang,jelas dan lugas selayaknya kau memandang
bintang / nujum, matahari / syamsi dan bulan / qomar.
Tak ada jalan lagi, tak ada alasan bagi kita untuk
mencari-cari kambing hitam, mengkaburkan yang sebenarnya jelas dan terang,
menerangkan yang semestinya di-ilmui dengan ilmu yang telah jadi berdasarkan
pengalaman hidup, susah senang, diatas dan dibawah, miskin maupun kaya, buta
maupun melek, cacat maupun sempurna.
Itulah hidup yang sebenarnya, seharusnya kau syukuri sebelum
kita dipersoal dan dipertanyakan oleh-Nya, bagaimana kita menerima dan
mempergunakan segala sesuatu yang telah Dia berikan untuk makhluk-Nya. Bumi
atau dunia yang fana ini adalah sarana menuju kehidupan yang abadi, oleh sebab
itu jangan dianggap ada keabadian dibumi ini, siapun manusia atau makhluk pasti
mati, kematian manusia awal menuju babak baru.
Hentikan perkataan yang tak dilandasi ilmu dari Allah
Al ‘Alim, berhenti dari kesalahan itulah langkah awal menuju
kebenaran. Jujur kepada diri sendiri, menerima dengan lapang dada tanpa harus
meronta adalah sikap si mushlih, muslim, mu’min yang mampu
menyanggah langit dan menjunjung etika moral yang esensial dari Allah Al
Fathir. Inilah benteng pertahanan yang tak akan bisa hancur dan pecah
oleh ibtila’ atau try and trial selama menjalani kehidupan. Maka dengan
ini Ya’juj dan Ma’juj tidak akan terwujud sebab tidak ada peluang
untuk hadir.
Demikian tulisan ini dibuat agar kita manusia selalu
objekctif berwawasan dalam memahami dan menghadapi setiap persoalan.
Akhirul kalam: “Kiamat tiba-tiba datang saat bahagia
dirasakan manusia, Tercengang akan kenyataan, Tak sadar hidup dunia ini fana”.
Author by Fardhie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar